Orang – orang Cirebon dan daerah pesisir lainnnya pasti tidak asing
dengan kesenian Tarling, Nama “ Tarling “ diambil dari singkatan dua alat musik
yang paling sering digunakan pada pementasan Tarling, Yaitu Gitar dan Suling,
selain dua alat musik itu masih ada beberapa lagi alat music yang digunakan,
yaitu. Saron, Kempul perkusi dan gong.
Tahun 1950 RRI Cirebon menyiarkan kesenian ini didalam acara
“ Irama Kota Udang” , namun awal
perkembangan kesenian ini tidak jelas dan pada saat disiarkan di RRI kesenian
ini belum bernama. Siaran yang ditayang RRI Cirebon itu membuat kesenian ini
dikenal khalayak ramai. Baru Tahun 1960 Kesenian ini dikenal dan dinamakan “ Tarling “ dan unsur
unsur Drama masuk kedalamnya.
Tahun 1980 menjadikan
Tarling tergerus, ini disebabkan dengan datangnya Dangdut dan semakin meluasnya
popularitas dangdut, yang memaksa para seniman tarling memasukan unsur dangdut
untuk tetap eksis, dari percampuran itu terlahirlah “ Tarling dangdut “ atau orang
– orang di daerah pesisir menyebutnya dengan “ Tarlingdu “.
Tarling mengalami
banyak perubahan karena tuntutan dari para pemirsa/ penggermar tarling, dengan
dimasukannya music – music electronic, yang akhirnya Tarling terbentuk dalam
Grup – grup organ tunggal atau tarling organ. Ditahun 2015 Tarling semakin
tergerus eksistensinya, pemesanan pentas di acara – acara pernikahan dan acara
besar lainnya sudah jarang bahkan tidak ada.
Supali kasim, seniman
asal Kabupaten Indramayu, membuat sebuah buku catatan yang membahas khusus
tentang Tarling, bukunya itu pun berjudul sama yaitu “ Tarling “
Dalam buku catatannya
itu dijelaskan bagaiman nama Tarling bisa tercipta, saat itu menurutnya sekitar
tahun 1931 di desa Kepandean, Kecamatan / kabupaten Cirebon, ada seoarng
Komisaris Belanda yang meminta tolong kepada warga setempat untuk meperbaiki
miliknya, dalam buku itu yang dimintai tolong bernama sakim, dan sakim ini pada
waktu itu dikenal sebagi ahli gamelan
Setelah Gitar diperbaiki Sakim, Komisaris belanda itu tidak juga datang untuk mengamil gitarnya, lalu sakim berfikir untuk mempelajari bunyi – bunyi yang dihasilkan oleh gitar itu dan membandingkannya dengan pentatonis gamelan, Hal itu dilakukan oleh anak Sakim, dalam buku itu anak Sakim bernama Sugra, Sugra kemudian membuat sebuah eksperimen dengan memindahkan pentatonic gamelan kedawai – dawai gitar yang bernada diatonis, tembang – tembang dermayonan dan cerbonan menjadi lebih indah, kolaborasi antara bunyi gitar dan gamelan, dan ditambah lagi dengan bunyi – bunyian suling yang merdu.
Pada tahun 1930 tembang Dermayonan dan Cerbonan menjadi wabah yang tak terkendali, merasuk kedalam jiwa anak – anak muda pada jaman itu, dan menjadikannya sebagai haya hidup.
Kesenian yang pernah
mendapat perhatian sangat tinggi, kini hanya punya kegiatan yang tidak berarti,
karena sudah tidak adalagi orang – orang yang mengenal Tarling. Padahal dalam
Kesenian Tarling terutama di Bagian Dramanya banyak mengandung pelajaran luhur.
0 komentar:
Posting Komentar